Langsung ke konten utama

APA YANG DIMAKSUD DENGAN PEMERIKSAAN SILANG (CROSS EXAMINATION)


Penyelesaian suatu persoalan hukum di hadapan pengadilan harus diukur sejak awal mula proses pemeriksaan tersebut dimulai. Proses pemeriksaan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum acara sejak awal sampai akhir ( due process of law), sebab pengadilan seyogyanya dapat mewujudkan “Pengadilan yang adil’ sebagaimana dicita citakan dalam suatu negara hukum. Faktanya banyak kisah – kisah dalam persidangan yang menunjukkan kepada kita, tentang seseorang yang tidak bersalah namun terpaksa harus menderita, hanya karena dalam prosesnya pengadilan salah dalam menilai bukti – bukti yang ada, misalnya karena terkadang saksi diliputi keadaan yang penuh emosi dan prasangka ( hunch)  yang berlebihan, sehingga di dalam kondisi seperti itu, terdapat kemungkinan keterangan yang dikemukakan saksi terkadang mengandung unsur kebohongan maupun kepalsuan.

Berangkat dari hal sebagaimana terurai diatas, tidak berlebihan jika sebagian orang berharap dan merumuskan  “pengadilan yang adil” adalah pengadilan yang dapat melaksanakan proses pemeriksaan secara jujur sejak awal sampai akhir, untuk itu peran hukum pembuktian sebagaimana diatur dalam ketentuan hukum acara menjadi penting.

Pembuktian  merupakan bagian yang kompleks dalam proses litigasi (beracara di pengadilan), karena pembuktian berhubungan dengan kemampuan untuk merekonstruksi kejadian yang berlangsung di masa lampau sebagai suatu kebenaran. Kompleksitas dalam hukum pembuktian tersebut, menunjukkan bahwa pembuktian berkaitan dengan upaya untuk menemukan kebenaran.

Saksi adalah salah satu alat bukti dalam persidangan yang telah ditentukan Undang – undang, dari seorang saksi diharapkan mendapatkan keterangan yang sebenarnya agar kebenaran dapat terungkap.

Persoalannya adalah bahwa terdapat kemungkinan keterangan yang disampaikan “saksi” mengandung kebohongan (baik disengaja maupun tidak), kemungkinan mendramatisir, menambah atau mengurangi kejadian yang sebenarnya, hal yang sebenarnya tidak terlalu mengherankan mengingat keterbatasan sebagai manusia, namun sebagai konsekuensi logisnya, dapat disimpulkan bahwa tidak selamanya keterangan akan akurat, kemungkinan dipengaruhi emosi, sehingga kemampuan menerangkan sesuatu menjadi tidak proporsional (sesuai dengan fakta).

Pentingnya keterangan saksi dalam pembuktian, selaras dengan pendapat Raymond Emson yang mengatakan bahwa berdasarkan sifatnya hanya alat bukti surat dan alat bukti saksi yang secara teoritis dapat disebut sebagai alat bukti langsung, sebab hanya kedua jenis alat bukti inilah yang memiliki bentuk nyata yang dapat disampaikan secara konkret di dalam persidangan. Dalam hal, saksi telah dikualifikasikan memenuhi persyaratan dan relevan dengan perkara, maka persidangan akan memasuki tahap pemeriksaan saksi, dan didalam proses pemeriksaan saksi akan terjadi proses eksaminasi, yang prosesnya dapat di bagi kedalam 2 jenis eksaminasi, yaitu :
  1. Eksaminasi langsung, yakni proses pemeriksaan saksi terhadap saksi yang diajukannya sendiri ;
  2. Eksaminasi silang, yaitu proses pemeriksaan saksi terhadap saksi yang diajukan pihak lawan ;
Tahap Pemeriksaan saksi di pengadilan dalam pelaksanaannya berbentuk tanya jawab, oleh karena itu penanya dalam proses eksaminasi harus dapat merumuskan pertanyaan yang kritis dan cerdas untuk mendapatkan keterangan yang sebenarnya dari seorang saksi.

Proses eksaminasi silang (cross examination) sudah dipakai dalam persidangan hukum terhadap filsof Socrates di yunani kuno, dengan melibatkan setidaknya 501 orang juri, dengan putusan menghukum mati Socrates dengan racun yang terjadi lebih kurang 400 tahun sebelum masehi. Ada cukup bukti dalam sejarah bahwa dahulunya sistem eksaminasi silang dipergunakan oleh para filsof tetapi “ sayang “ system itu diwariskan kepada lawyer, demikian sebagaimana dikutip oleh Munir Fuady dari John Henry Wigmore, 1936 : 291  Namun Munir Fuady maupun John Henry Wigmore tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai apa yang dimaksud dengan “ sayang “. Dalam perkembangannya kemudian, proses eksaminasi silang telah digunakan secara intens di Negara – Negara yang menganut sistem anglo saxon, seperti inggris atau amerika serikat, tetapi dalam batas – batas tertentu dapat juga digunakan dalam beracara di pengadilan pengadilan yang menganut sistem eropa continental, termasuk Indonesia, sekalipun pandangan terhadap hal ini masih dapat diperdebatkan.

Proses eksaminasi silang, dianggap sebagai suatu cara untuk mencari kebenaran, bahkan di negara – negara anglo saxon, proses eksaminasi silang seolah olah telah menjadi semacam “seni“  yang di gandrungi oleh para praktisi hukum. Sekalipun sebenarnya yang sangat berperan dalam melaksanakan proses eksaminasi silang tidak semata-mata bakat “seni” namun lebih kepada  kemampuan berpikir kritis, kecakapan penalaran terhadap substansi perkara, dan persiapan yang baik, sekalipun pengalaman tentu juga akan berperan penting. Ketrampilan komunikasi penanya turut menentukan kualitas dari pertanyaan yang diajukan, mencermati pertanyaan – pertanyaan yang tidak menjerat, argumentative, hipotetikal, dengan tetap berpedoman pada tujuan bersama untuk memperoleh keterangan yang benar dari saksi yang diperiksa. Sering kali pertanyaan – pertanyaan yang diajukan dalam proses ini berbentuk pertanyaan pertanyaan yang bersifat leading question  (mengontrol dan menekan) yang dirumuskan sedemikian rupa, konon katanya bertujuan agar tidak ada kesempatan bagi saksi untuk berbohong atau melakukan rekayasa, sehingga diharapkan mendapatkan keterangan yang benar, terlepas dari setuju dan tidak setuju terhadap pola pertanyaan semacam ini, secara faktual bilamana dicermati dalam praktiknya, pertanyaan dengan sifat seperti itu terkadang muncul dalam persidangan.

Merumuskan suatu pertanyaan dalam suatu proses eksaminasi khususnya eksaminasi silang, sepertinya sederhana namun menjadi kompleks, karena ternyata untuk dapat merumuskan pertanyaan dalam proses semacam itu, membutuhkan kemampuan berpikir kritis, penalaran, memahami substansi, dan membuat persiapan yang baik atas perkara yang sedang diperiksa, sekalipun tentunya pengalaman akan membuat semuanya menjadi lebih baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROBLEMATIKA PENERAPAN KLAUSULA PILIHAN FORUM DALAM PERSPEKTIF LEX INFORMATICA

“ Lex Informatica” adalah salah satu istilah yang menunjuk pada hukum yang digunakan untuk mengatur kegiatan di dalam dunia maya (melalui media internet), istilah lain yang juga sering dipergunakan untuk menunjuk perangkat hukum ini adalah cyber law , the law of internet , the law of information and technology , atau the telecommunication law [1] . Pola interaksi manusia mempengaruhi pola transaksi perdagangan, kini telah lazim transaksi perdagangan dilakukan melalui internet, yang dalam beberapa literatur sering disebut dengan e-commerce [2] .  Transaksi ini memiliki karakteristik khusus ( borderless ) dan memiliki implikasi hukum yang juga khusus, dan membedakannya dengan transaksi transnasional konvensional. Transaksi semacam ini berkaitan erat dengan peran Hukum Perdata internasional [3] sebagai seperangkat kaidah-kaidah hukum nasional yang digunakan untuk menjawab persoalan-persoalan hukum yang timbul dari adanya unsur-unsur asing ( foreign element ) dalam peris...

KAPAN HARTA PENINGGALAN DAPAT DIBAGI

  Pertanyaan tentang kapan harta peninggalan pewaris terbuka atau   meluang? Pertama disampaikan bahwa arti dari Harta Peninggalan dianggap terbuka atau terluang adalah harta peninggalan tersebut siap untuk dibagi. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka kita harus kembali memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Pasal 833 ayat ke-1 KUHperdata yang berbunyi sebagai berikut : “ Sekalian ahli waris dengan sendirinya karena hukum memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak dan segala piutang si yang meninggal. ” Ketentuan pasal 833 KUHperdata mengandung asas yang dikandung dalam KUHPerdata bahwa saat seseorang meninggal dunia, maka seketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih kepada ahli warisnya. Hak tersebut dikenal dengan saisine atau hak saisine, yang merupakan wujud dari asas yang dikenal sebagai   le mort saisit le vif   yang artinya orang yang masih hidup menggantikan kedudukan orang yang meninggal dunia / ahli waris me...